Sabtu, 23 Mei 2020

CERPEN : Rindu berbalas lara

Rindu berbalas lara

 

Hari ini sinar matahari terasa begitu terik, aku baru saja menyelesaikan pekerjaan ku di sawah milik seorang juragan di kampungku. Aku sedang beristirahat bersama dengan petani-petani lainnya, sampai tiba – tiba aku teringat sesuatu, bergegas aku mengambil rantang yang berisi makan siang ku.

“ Saya permisi dulu ya akang – akang” ucapku

“Hoyong pacaran ya kamu ? “ ledek kang Sarni

“ He’eh atuh kang, Marni teh mau ketemu pacarnya atuh” ucap kang                                         Sarmin, yang makin meledekku.

Aku hanya tersenyum malu, saat mereka tau bahwa aku terburu – buru karena ingin bertemu dengan kekasihku.

“ Ya udah atuh kang, Saya permisi dulu” Ucapku sambil mengulas senyum.

“ Iya Marni, hati – hati ya kamu di jalan.” Ucap kang Sarmin

“ Iya kang Saya permisi” ucapku sambil berlalu, yang dijawab “ yaa” serempak oleh mereka.

Aku berjalan dibawah terik sinar Matahari yang terasa berbeda dari hari – hari biasanya, entah mengapa siang ini terasa panas sekali. Tapi itu tak menyurutkan semangat ku untuk bertemu pujaan hati ku. Mengingatnya membuatku secara tidak sadar menyunggingkan senyum. Ah, aku rindu kekasihku padahal kami baru bertemu 3 hari yang lalu. Aku berjalan sambil terus tersenyum, tak terasa aku sudah sampai di pinggir sungai tempat biasa kami bertemu, aku bergegas menghampirinya di gubuk tempat kami biasa menghabiskan makan siang yang ku bawa dari rumah. Aku melihatnya sedang melamun, entah apa yang ada di lamunanya.

“ Akang maaf ya Marni lama” ucapku menyentak lamunannya

“ Eh kamu sudah datang Marni, gak apa – apa akang juga baru sebentar kok disini” ucap kang Rahman pujaan hatiku

“ Hehe yaudah atuh kang, hayu kita langsung makan aja, akang pasti lapar kan.” Ucapku pada kang Rahman

“ iya Marni akang teh lapar pisan hehe” ucap kang Rahman

“Yaudah atuh kang biar Marni siapin dulu ya makanan nya” ucapku sambil menyiapkan makanan dari rantang yang ku bawa.

Kami makan dengan nikmat dan penuh dengan canda tawa, salah satu alasan mengapa aku begitu menyukainya, karena ia penuh dengan lelucon yang seakan tak ada habisnya.

“ Marni kamu tau gak kenapa kambing teh bau?”

“ Kenapa ya kang? Karena gapernah mandi?” ucapku sambil memikirkan jawabannya

“ Yeh salah atuh, kambing bau karena keteknya empat. HAHAHA” ucap kang Rahman sambil tertawa terbahak-bahak

“eh? Hahaha kok akang kepikiran sih hahaha” ucap ku yang tertawa sambil sedikit bingung

Aku menghapus air mata ku yang sedikit keluar akibat tertawa tadi, lalu  tiba – tiba suasana berubah hening lalu kang Rahman bicara

“Marni Akang ditawarkan pekerjaan di Jakarta, pekerjaannya kuli proyek tol yang akan dibangun itu, bayaranya lumayan besar jadi akang tertarik mengambil pekerjaan itu.” ucap kang Rahman

“Akang teh serius kang?” Ucapku sedih dan masih sedikit bingung ini

“iya Marni, akang sudah pikirkan ini, akang akan ke Jakarta, bekerja disana lalu mengumpulkan uang dan kembali lagi kesini.” Ucap kang Rahman dengan raut muka sangat serius.

Aku diam tak tahu lagi harus berbicara apa, disatu sisi aku tidak ingin Kang Rahman pergi karena mengkhawatirkan keadaanya, tapi dilain sisi aku juga harus mendukung keputusan kang Rahman apalagi ini untuk masa depan yang lebih baik.

“Yasudah kalau memang itu keputusan akang, Marni hanya bisa mendoakan akang” ucapku yang sebenarnya sedang menahan tangis

Kang Rahman hanya tersenyum tipis mendengar ucapakan ku. Lalu suasana hening, kami diam tak ada satupun yang memulai pembicaraan. Aku masih sibuk dengan pikiran ku jika kang Rahman pergi,  begitu pula dengan Kang Rahman, ia juga sedang melamun entah apa yang dipikirkannya. Sampai akhirnya ia pamit untuk pulang dan akhirnya kami berpisah dan pulang ke rumah masing – masing. Di jalan pulang aku masih memikirkan Kang Rahman, bagaimana jika ia pergi, akan bagaimana keadaannya aku takut jika Kang Rahman tak dapat kembali, tapi segera aku tepis pikiran ku itu, aku harus percaya bahwa Kang Rahman dapat menjaga dirinya, dan menjaga kepercayaan ku.

Sampai dirumah aku masih termenung memikirkan Kang Rahman dan memikirkan juga nasib ku juga keluarga serta orang – orang di kampungku, aku terus memikirkan hal itu sampai – sampai aku tak dapat tidur. Entahlah rasanya mata ku pun tak ingin dipejamkan. Sampai akhirnya aku jatuh terlelap hingga waktu shubuh. Adzan subuh membangunkan ku, aku bergegas untuk mengambil air wudhu lalu melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim. Lalu membantu ibuku mengerjakan pekerjaan rumah hingga matahari terbit, lalu aku seperti biasa pergi bekerja di ladang.

Pekerjaan ku sudah selesai separuhnya, dan kulihat Bapak ku sedang mengobrol dengan Pak Andi pemilik ladang ini. Aku tetap melanjutkan pekerjaanku, Bapak menghampiri ku lalu mengajak ku untuk beristirahat.

Aku sedang beristirahat sambil menyantap camilan yang ibu ku siapkan dari rumah

“ Marni, kamu lihat kan tadi Bapak ngobrol dengan Pak Andi. Pak Andi menayakan kapan bapak akan membayar hutang, ia meminta dibayarkan segeta tapi hingga kini Bapak belum dapat membayar hutang itu.” Ucap Bapak seraya menundukkan kepalanya

“ Lalu bagaimana pak?” Ucap ku

Bapak menarik nafas panjang sebelum bicara

“ Pak Andi tadi menawarkan pilihan, Bapak tidak perlu melunasi hutangnya tapi kamu harus mau Bapak nikahkan dengan Pak Andi. Dan Bapak mohon kamu bersedia, karena kamu tahu sendiri Marni kondisi keuangan kita sekarang bagaimana, semakin lama hutang itu tidak dibayar semakin besar juga bunganya nanti” ucap Bapak dengan nada bergetar seperti menahan tangis

Aku diam tak percaya dengan apa yang baru saja Bapak ucapkan, aku sama sekali tidak mau dinikahkan oleh Pak Andi si lintah darat itu, tapi jika tidak dibayar akan bagaimana nasib keluarga ku nantinya. Terlebih aku tidak mungkin meninggalkan Kang Rahman, aku tidak akan sanggup untuk itu semua. Tapi aku lebih tidak sanggup melihat keluarga ku menderita. Apapun akan aku lakukan agar keluarga bahagia, walaupun dengan cara mengorbankan masa depanku.

“Iya pak Marni bersedia” ucap ku dengan bibir bergetar menahan tangis

“Alhamdulilah Marni kamu bersedia, terimakasih ya nak kamu mau membantu bapak, ibu” ucap Bapak sumringah

Aku hanya dapat terseyum kecut melihat ekspresi Bapak begitu sumringah. Dan memikirkan entah bagaimana nasib ku kedepannya. Dan kami saling terdiam, lalu Bapak beranjak kembali ke rumah. Dan aku berangkat pergi untuk bertemu dan makan siang bersama  Kang Rahman di pinggir sungai.

Sesampainya aku di pingir sungai, aku sudah melihat Kang Rahman duduk di gubuk tempat biasa kami makan, lalu  kuhampiri Kang Rahman .

“ Akang maaf ya Marni lama” ucapku

“Iya Marni gapapa akang juga baru duduk disini. Yaudah hayu atuh kita makan akang sudah lapar hehe” ucap Kang Rahman sambil tersenyum lebar

“hehe iyaudah hayu atuh kang, Marni siapin dulu ya” ucapku pada Kang Rahman

Makanan sudah siap terhidangkan, kami makan dengan penuh canda tawa karena guyonan yang kerap kali dilontarkan Kang Rahman. Suasana begitu riang hingga tiba – tiba aku terpikirkan rencana bapak yang akan menikahkan ku.

“Kang Rahman, Marni teh mau bicara serius” ucap ku seraya menunduk

“iya Marni ada apa bicara aja atuh”

“Bapak tidak dapat melunasi hutangnya tepat waktu, Pak Andi memberikan pilhan jika bapak tidak dapat melunasi hutangnya, bapak harus menikahkan Marni dengan dia” ucapku menunduk seraya menahan tangis

Suansana hening Kang Rahman tidak memberikan tanggapan, aku tengadahkan kepalaku, kulihat Kang Rahman seperti menahan amarah.

“Kurang ajar lintah darat itu, berani – beraninya dia mengajukan pilhan seperti itu, dan akang tahu Marni pasti bapak mu memilih menikahkan kamu dengan dia kan?” ucap Kang Rahman seperti menahan tangis dan marah sekaligus

“Iya kang bapak memilih untuk menikahkan Marni dengan Pak Andi” ucapku sendu

“Yasudah Marni, akang tak dapat berbuat banyak, akang tidak mungkin melawan bapakmu, tapi akang akan bekerja keras agar kamu tidak perlu dinikahkan oleh orang itu” ucap Kang Rahman seperti ber api – api, lalu Kang Rahman melanjutkan

“Iya kang dan Marni akan selalu doakan akang agar selamat dan dapat rejeki yang banyak yah dan bias cepat kembali kesini yah” ucapku seraya tersenyum agar suasana baik kembali.

Suasana perlahan-lahan kembali seperti semula kami larut oleh guyonan yang dilontarkan Kang Rahman, walaupun pembicaraan ini dibiarkan seperti mengambang begitu saja. Aku harap Kang Rahman akan menepati perkataanya. Kami masih bercanda ria sampai kami memutuskan untuk pulang karena hari makin siang dan kami masih memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan.

Aku pulang kerumah untuk membantu pekerjaan ibuku di rumah hingga tak terasa hari pun sudah semakin gelap dan aku memutuskan untuk mandi. Setelah mandi aku merasa sangat lelah dan aku putuskan untuk merebahkan badan hingga tak sadar aku jatuh terlelap.

TOK TOK

Aku langsung terbangun mendengar ketokan itu, sepertinya ketokan tersebut berasal dari jendelaku. Kulihat jam menunjukan pukul 23.00

TOK TOK

Aku bertanya-tanya siapa yang mengetok jendela ku saat larut malam seperti ini, dengan takut aku membuka jendela

“Hey Marni”

“Ternyata yang mengetuk jendela kamar ku dari tadi teh akang ya” ucapku pada Kang Rahman

“ Hehe iya, maaf ya Marni buat kamu jadi terganggu” ucap kang Rahman sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal

“Iya kang gapapa, akang ada apa larut malam begini datang kesini?” tanyaku pada kang Rahman

“Ini Marni akang teh mau pamitan sama kamu, akang mau berangkat besok pagi ke Jakarta”

“Lohkok mendadak sekali seperti ini kang?” ucapku

“Iya Marni akang juga dikasih tau nya mendadak sekali tadi. Yasudah Marni akang pamit ya jaga diri baik-baik. Tunggu akang balik dan bawa banyak uang yaa” ucap kang Rahman sembari tersenyum lebar

Aku hanya diam tak berkomentar apapun sambil menangisi Kang Rahman yang akan berangkat ke Jakarta, tapi aku tetap harus tersenyum, aku tidak boleh menjadi penghalang Kang Rahman untuk pergi ke Jakarta. Aku masih diam sambil terus menangis hingga Kang Rahman pamit untuk pulang. Aku kembali rebahan di ranjang ku sambil terus berdoa agar Kang Rahman selalu selamat.

 

Hari ini tepat 3 minggu yang lalu Kang Rahman mengetok jendela kamarku untuk berpamitan, hingga kini pula aku belum mendapatkan kabar tentang keadaan Kang Rahman. Setiap hari adalah penyiksaan bagiku, karena terus memikirkan keadaan Kang Rahman yang entah bagaimana dan juga bapak ku yang semakin yakin dan semangat dengan rencananya.

Aku sedang berjalan sepulang dari pasar, kulihat orang sedang beramai – ramai menonton televisi, lalu aku mendekat ke kerumunan karena penasaran. Kulihat tayangan berita yang menyampaikan bahwa ada kerusuhan di Jakarta, Mahasiswa demo meminta presiden untuk mengundurkan diri dari jabatannya, penjarahan terjadi dimana – mana. Saat ku melihat tayanga berita tersebut pikiranku hanya tertuju pada satu orang Kang Rahman. Perasaan campur aduk saat itu, kaki ku lemas seperti tak mampu menopang tubuhku. Pikiranku hanya tertuju pada Kang Rahman aku tak tahu bagaimana kabarnya sekarang, seluruh Jakarta porak poranda membuatku semakin khawatir dengan keadaan Kang Rahman, terlebih aku tidak tahu harus menghubungi siapa untuk mengetahui keberadaan Kang Rahman. Aku hanya terus berdoa agar Kang Rahman selalu diberikan keselamatan, dan aku terus berharap Kang Rahman pasti akan kembali.

 

 

1 bulan telah berlalu dari aku melihat tayangan di televisi tentang kerusuhan dan aku masih belum mendapatkan kabar dari Kang Rahman tapi aku tak menyerah aku masih terus berdoa, menyakan keberadaannya kepada teman – temannya dan masih terus berharap Kang Rahman akan kembali. Dan semakin matang pula persiapan pernikahan ku dengan Pak Andi. Ya, aku tak dapat menolak keinginan bapak ku untuk menikahkan ku dengan Pak Andi.

 

Mungkin hari ini adalah hari yang paling bahagia bagi semua pengantin, sudah seminggu berlalu dan ini adalah hari pernikanku dengan Pak Andi, semua tamu undangan melihatku sebagai pengatin wanita yang paling behagia. Tapi kenyataannya tidak sama sekali, aku tidak pernah bahagia bersanding dengan lintah darat ini, kalau bukan untuk menyelamatkan dan  membahagiakan keluarga ku aku tidak mungkin mau dengan Pak Andi. Aku masih mengharapkan kedatangan Kang Rahman disini, lalu kita akan pergi bersama dan bahagia sampai akhir hayat. Mataku selalu melihat tamu undangan, mungkin Kang Rahman ada diantaranya. Tapi angan hanyalah angan, sampai penghujung acara tak kulihat Kang Rahman datang. Mungkin kisah cintaku hanya sampai disini saja, entah bagaimanapun keadaan Kang Rahman aku akan selalu mendoakannya dan berharap Kang Rahman akan menjemputku suatu saat nanti.

 

“ Rinduku berbalas lara ”

“ Sang pujaan hati tak juga datang

 

 

-TAMAT-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CERPEN : DREAMS COME TRUE

DREAMS COME TRUE   Keheningan desa ini membuatku bekerja lebih fokus dari pada desa ...